17.45

Pernak-pernik Sosial Budaya Mesir

Banyak hal “unik” yang akan kita jumpai, ketika kita melihat dinamika sosial budaya di Mesir. Gambaran kehidupan sosial budaya Mesir laksana bangunan tua yang terlihat seolah-olah sangat lelah dan payah, tiang-tiang bangunannya telah termakan usia perjalanan zaman yang sangat panjang, dan dinding-dinding tambal sulam perpaduan antara bahan peradaban lama dengan baru, serta atapnya berwarna keruh berdebu tebal. Dalam bangunan usang itu pernah adanya generasi demi generasi silih berganti dengan beragam corak karakter dan identitasnya. Sewaktu kekaisaran Romawi menduduki wilayah Mesir, penduduk Mesir masih menganut animisme. Sejarah menyatakan bahwa imperium Romawi tersebut melakukan penindasan dan pemerasan hasil bumi penduduk untuk kepentingan para penguasa di Romawi (Eropa Lama). Sampai ketika Islam datang dari jazirah Arab tahun 641 M membebaskan Mesir dari penindasan dan pemerasan bangsa Romawi. Banyak kita jumpai peninggalan-peninggalan bersejarah di bumi kinanah ini, dari masa Firaun hingga masa pemerintahan Islam.

Ajaran Islam yang dianut mayoritas penduduk negeri ini semenjak berabad-abad sangat mempengaruhi karakter dan watak masyarakatnya. Meski sisa-sisa perwatakan Firaun masih terkadang kita junpai, juga dalam sikap sebagian individu dalam masyarakat maupun di elemen pemerintahan. Keadaan negeri ini sekarang meski harus menghadapi arus modernisasi, namun kehidupan agamis dengan sentral tempat Ibadah tetap banyak ditemui dimana-mana. Suasana agamis masih banyak kita rasakan di tengah-tengah masyarakat Mesir. Kehidupan beribadah di masjid-masjid cukup semarak. Terlebih dibulan Ramadhan, mulai dari shalat Tarawih, Tahajud dan budaya i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan menjadi pemandangan yang menyejukkan hati. Ghirah persaudaraannya tehadap semama muslim juga sangat kuat. Sebagai contoh, ketika negara kita dilanda krisis ekonomi dan musibah atau bencana alam yang di alami oleh bangsa Indonesia, yang imbasnya sangat kuat sekali terhadap kondisi Mahasiswa Indonesia di luar negeri, di Mesir khususnya, banyak dari para dermawan Mesir yang memberikan bantuan kepada para mahasiwa kita, baik berupa sembako, uang, ataupun tempat tinggal. Apalagi kalau ada penindasan terhadap saudara-saudara seiman dan seaqidah di negara lain, dengan serentak masyarakat Mesir melakukan demonstrasi sebagai penolakan dan solidaritas terhadap saudara-saudara yang tertindas, seperti kejadian pembantaian di Palestina oleh Zionis Israel, tindakan arogansi Amerika terhadap Afganistan, Irak, dan penindasan-penindasan lain terhadap kaum muslimin di belahan dunia lainnya.

Kondisi ekonomi masyarakat Mesir yang termasuk rendah, tidak membuat wajah-wajah penduduk menjadi cemberut. Senyum penjual makanan ful dan tho’miyah dapat memberi rasa tersendiri terhadap makanan yang dijualnya. Tidak jarang mereka bercanda dengan kita. Hanya saja, kita terkadang merasa “jengkel” dengan canda-canda mereka. Barangkali sifat qona’ah yang ditanamkan oleh Islam meninggalkan bekas yang kental dalam kehidupan masyarakat Mesir. Kalau tidak, mungkin kita banyak melihat orang stres di negeri ini. Betapa tidak, kemiskinan, ketidakteraturan lalu lintas, pemerintahan yang tidak segan-segan memenjarakan penduduknya, dan masih banyak lagi kondisi yang dapat mendorong orang menjadi stres. Tapi justru hal itu tidak terjadi di negeri ini.

Kebiasaan sehari-hari dimasyarakat juga unik. Terkesan perilaku budaya mereka yang beriman kepada Tuhan YME, saling mengungkapkan kasih sayang, hati yang mudah kasihan, berlapang dada dan tidak pendendam. Tetapi disamping itu ada pula perilaku sebagian mereka yang banyak bicara, suka marah dan mencela, sikap puas, bangga dan memuja keadaan yang ada atau bisa dikatakan “sombong”, sehingga muncul ungkapan seperti, Misr Ummud Dun-ya, Misr Ahsan Fil 'Alam, dan lain sebagainya. Berbicara kriminalitas di Mesir, tampaknya masih lebih minim bila dibandingkan kota-kota besar dinegara lain. Tapi, tidak memungkiri kita sering melihat banyak pencopetan dan pencurian dimana-mana. Di bis, kuliah, rumah dan sebagainya. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di negara lain, kriminalitas di negara ini masih dalam skala kecil.

Disamping itu kita juga akan menemukan kontradiksi yang dapat kita saksikan dalam aspek kehidupan rakyat Mesir, seperti budaya orang-orang kaya yang gemar kendaraan impor mutakhir. Sementara disisi lain masih ada saja orang miskin di kota yang mengendarai keledai. Mungkin kriteria negara Mesir ini “antik”, begitu ungkapan sebagian orang. Orang Mesir dikenal juga memiliki ikatan keluarga yang erat. "Bangsa ini punya kelebihan dalam menjaga hubungan keluarga yang kuat. Dengan kekuatan hubungan keluarga itu dapat membebaskan mereka dari kemelut hidup yang dihadapi.." demikian menurut seorang wartawan Jerman. Seorang wartawan Cina juga berkomentar, "Yang menjadi perhatian saya terhadap bangsa ini adalah sikap puas dan merasa cukup serta rasa bahagia, tapi bukan karena dampak materi, namun lebih ditunjukkan oleh sikap spiritual. Setiap hari saya menyaksikan seorang penjaga gedung (bawwab) yang tinggal didepan apartemen saya. Dia tinggal bersama isteri dan enam orang anaknya dilantai dasar yang hanya ada satu kamar mandi. Namun saya perhatikan penjaga itu tak pernah cemberut, malah suka bercanda dan tersenyum.."

Di Mesir menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa nasional. Bahasa Perancis dan Inggris juga dipakai setelah bahasa Arab. Di bumi para Nabi ini, budaya membaca dan tulis-menulis sangat maju, terbukti dengan banyaknya buku baru yang terbit dalam waktu yang cukup berdekatan. Di Negeri ini juga banyak buku baru yang terbit secara Intensif. Media massanya juga terbuka. Budaya beli buku adalah pemandangan umum yang terjadi disetiap awal tahun ketika pameran buku internasional (book fair) digelar dipusat kota Cairo. Kesempatan ini dimanfaatkan mahasiswa sebagai ajang beli kitab besar-besaran karena harga yang relatif lebih murah.

Di Mesir juga, kita jumpai banyak ulama dengan kaliber Internasional, ulama yang tawaddu’ dan ikhlas mengajarkan ilmunya kepada orang yang menuntut ilmu. Namun anehnya, tingkat buta huruf di Mesir masih tinggi juga. Kontradiksi serupa dapat kita saksikan pula pada aspek-aspek kehidupan lainnya seperti budaya orang-orang kaya yang gemar memiliki kendaraan impor mutakhir. Sementara di sisi lain, masih ada saja orang miskin di kota yang mengendarai keledai.

Ada juga hal-hal yang seharusnya tidak terjadi di negara kuat keislamannya seperti Mesir ini. Seperti kurang diperhatikannya masalah kebersihan, tidak adanya kedisiplinan lalu lintas, administrasi yang semrawut dan kondisi-kondisi lain yang aneh. Maka, tidak jarang dalam urusan-urusan administrasi, seseorang yang capek-capek antri dalam waktu yang lama, ketika tiba gilirannnya dibilang “Bukroh (Besok)!” atau “kaman nifsu sa’ah (setengah jam lagi)!” Sehingga dibutuhkan satu kesabaran yang tinggi dalam urusan-urusan di negeri ini. Tapi, bila kita pandai melobi (Bernujamalah), biasanya urusan menjadi lebih mudah dan cepat beres. Itulah segala pernak-pernik kehidupan sosial dan budaya di Mesir. Mungkin banyak yang belum kita jumpai segala keunikan sosial budaya di negri gudang peradaban dan ilmu pengetahuan ini. Penulis berharap semoga hal ini bisa bermanfaat bagi para pembaca!

Tulisan ini pernah dimuat di Buletin AHSANTA KMB (Kekeluargaan Mahasiswa Banten) - Mesir

2 comments:

Panembahan Senopati Ing Alaga mengatakan...

great..

Unknown mengatakan...

Thanks infonya sangat bermanfaat. I love Egypt💋